Rekonstruksionisme
1. Pengertian dan Ide Gagasan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
berasal dari kata reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Filsafat pendidikan modern pada
garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme,
esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme. Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan
dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan
bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Pada
rekonstruksionisme, peradaban manusia di masa depan sangat ditekankan.
Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruksionisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berpikir
kritis, dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berpikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar daripada proses.
Rekonstruksionisme
memang merupakan kelanjutan dari aliran progresivisme, dan memiliki berbagai
persamaan. Kedua aliran tersebut melekatkan kepentingan pokoknya pada
pengalaman yang dimiliki. Misalnya, karya Pratt (1948) mengilustrasikan
kesatuan rekonstruksionisme dan progresivisme. Pada bukunya, “I Learn From
Children”, beliau menyatakan bahwa Sekolah Kota dan Kampung yang didirikan di
kota New York pada tahun 1914 berusaha mencocokkan sekolah dengan anak, bukan
sebaliknya menyesuaikan anak dengan sekolah. Sehingga kelas pun bercirikan
dengan interaksi antara guru dengan para siswanya. Perbedaan rekonstruksionisme
dan progresivisme adalah jika progresivisme adalah pemecah persoalan
(problem-solver) yang baik dan bergerak sebagai promosi perubahan yang berguna
bagi pribadi dan masyarakat. Intinya, dalam progresivisme, belajar terbaik bagi
manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. Sedangkan,
rekonstruksionisme juga sebagai pemecah perssoalan tetapi tidak harus
dirangkaikan dengan penyelesaian masalah sosial yang signifikan. Sehingga
prinsip rekonstruksionisme adalah menciptakan sistem pendidikan yang dapat
merespon permasalahan yang muncul di masa yang akan datang.
Aliran
rekonstruksionisme memandang bahwa kehidupan manusia modern adalah zaman ketika
manusia hidup dalam kebudayaan yang terganggu, sakit, penuh kebingungan, seta
kesimpangsiuran proses. Sehingga, menurut pandangan rekonstruksionisme,
perlunya merombak tata susunan lama dan membangan tata susunan hidup kebudayaan
yang baru dan untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar
umat manusia.
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia dan bangsa. Aliran ini mempersepsikan bahwa masa depan suatu
bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara
demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sehingga dapat
diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi yang mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan). Singkatnya
dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan
suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman dan subordinate dari kedaulatan dan otoritas
internasional.
Para
rekonstruksionis berpendapat bahwa pendekatan mereka merupakan permulaan yang
radikal bagi aliran filsafat pragmatisme. Filsafat rekonstruksionisme telah
memberikan pandangan tentang sebuah dunia yang sempurna dan memberikan alat
untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini mungkin kelemahan dari filsafat yang
lain karena tidak mempunyai tujuan pada masa yang akan datang, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Perhatian terhadap nilai sosial, keadilan pada
manusia, komunitas manusia, keamanan dunia, keadilan ekonomi, persamaan kesempatan,
kebebasan dan demokrasi merupakan tujuan dari filsafat rekonstruksionisme.
2. Latar Belakang Sejarah Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
sebagai aliran pendidikan sejak awal sejarahnya di tahun 1920 dengan lahirnya
karya John Dewey yang berjudul Reconstruktion in Philosophy yang kemudian
digerakkan secara nyata oleh George Count dan selalu ingin menjadikan lembaga
pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat. Rekonstruksionisme ini pun
telah pula diformulasikan oleh George S.
Count dalam sebuah karya klasiknya “Dare The School Build a New Social Order”
yang diterbitkan pada tahun 1932.
Aliran
ini pada prinsipnya sependapat dengan aliran Perenialisme dalam mengungkap
krisis kebudayaan modern. Singkatnya, perenialisme adalah aliran yang menawarkan
solusi jalan mundur ke belakang dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau
prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman kuno dan
pertengahan, untuk mengatasi situasi dunia saat ini. Menurut aliran
rekonstruksionisme maupun perenialisme, keadaan sekarang merupakan zaman yang
kebudayaannya terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Rekonstruksionisme berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan paling
mungkin tentang tujuan pertama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Plato
adalah salah satu tokoh dari aliran rekonstruksionisme. Dia membuat sebuah
garis besar tentang perencanaan bagi kondisi dimana pendidikan akan menjadi
sebuah bahan untuk membentuk masyarakat baru dan lebih baik. Plato yakin bahwa
kondisi tersebut sangat diinginkan oleh masyarakat. Walaupun usaha Plato untuk
mewujudkan masyarakat seperti itu gagal, tetapi dia telah maju selangkah pada
masanya.
Jika
merenungkan pemikiran Plato sampai dengan Skinner, dapat diketahui bahwa mereka
merekomendasikan pendidikan sebagai alat utama bagi perubahan sosial. Di
Amerika Serikat, sejumlah orang memandang pendidikan sebagai alat bagi
reformasi sosial. Salah satu tokohnya, yaitu John Dewey, yang memandang
pendidikan sebagai alat bagi perubahan baik kemanusiaan dan sosial. Aliran
filsafat pragmatisme yang menjadi dasar pemikiran Dewey dihubungkan dengan
penolakan hal-hal yang absolut dan menerima hal-hal yang bersifat relatif saja.
Tokoh
lainnya yaitu Theodore Brameld, yakni seorang filsuf dan juga pendidik yang
menerapkan ide penelitian rekonstruksionismenya kedalam pengajaran di Floodwood
high School di Minnesota. Dalam proyek tersebut, dia bekerja dengan
administrator untuk mengembangkan program pendidikan bagi junior dan senior
yang melibatkan penggunaan berpikir kritis dalam proses belajar. Dia mencoba
meyakinkan pada siswa dan guru bahwa isu-isu kontroversial harus memainkan
peranan besar dalam pendidikan. Brameld merupakan penulis selusin buku yang berkaitan dengan filosofi
rekonstruksionisme.
2.3.3 Tokoh
Aliran Rekonstruksionisme
Theodore B. H. Brameld
Theodore
Burghard Hurt Brameld (1904-1987) adalah seorang filsuf
pendidikan terkemuka abad ke-20 . Sebagai seorang pendidik Amerika dan filsuf
pendidikan , Brameld terkenal sebagai pendiri Rekonstruksionisme
Sosial . Dalam reaksi terhadap realitas Perang Dunia II , Brameld
mengakui bahwa potensi pemusnahan manusia adalah melalui
teknologi dan kekejaman manusia. Namun, kapasitas untuk
menciptakan masyarakat dermawan adalah menggunakan teknologi dan kasih sayang manusia.
Pada tahun 1930, Brameld tertarik pada kelompok aktivis sosial di Teachers College, Columbia University, termasuk didalamnya George Counts, Harold Rugg, Merle Curti, dan William Heard Kilpatrick. Namun, diantara yang lainnya George Counts yang paling mempengaruhi pemikiran Brameld.. Menulis di The Social Frontier, sebuah jurnal kritik pendidikan dan politik, Brameld berpendapat bahwa filsafat radikal berfokus pada analisis kelemahan dalam struktur sosial, ekonomi, dan politik. Berdasarkan analisis ini lahir cetak biru yang konstruktif untuk tatanan sosial baru yang menantang ketidakadilan sosial seperti prasangka, diskriminasi, dan eksploitasi ekonomi. Isu-isu ini dibahas dalam Minority Problems in Public School yang diterbitkan pada tahun 1945.
Brameld menganggap bahwa demokrasi adalah inti dari filsafat pendidikannya. Pada tahun 1950, ia menegaskan dalam Ends and Means in Education: A Midcentury Appraisal bahwa pendidikan diperlukan perspektif rekonstruksi dan menyarankan Rekonstruksionisme sebagai label yang tepat untuk membedakan filosofi ini. Banyak ide-ide Brameld tumbuh dari pengalamannya dalam menerapkan keyakinan filosofis untuk pengaturan sekolah di Floodwood, Minnesota, disana ia bekerja dengan siswa dan guru untuk mengembangkan tujuan demokrasi. Brameld bersikeras bahwa isu-isu kontroversial dan masalah seharusnya memainkan peran sentral dalam pendidikan, dan menganggap tidak ada masalah di luar batas untuk diskusi dan analisis kritis.
George Counts
George
Sylvester Count adalah putra dari James Wilson Count dan Mertie Florella
(Gamble) Count. Ia lahir di sebuah pertanian dekat Baldwin City, Kansas pada
tanggal 9 Desember 1889 dan wafat 1974. George S. Count merupakan seorang tokoh
utama dalam pendidikan dan berpengaruh terhadap teori pendidikan di Amerika
selama hampir lima puluh tahun. Sebagai seorang pendukung awal pendidikan
progresif gerakan John Dewey yang pragmatis, George S. Count menjadi kritikus
terkemuka dalam pemikiran Rekonstruktivisme dan Pendidikan.
Pendidik
progresif, sosiolog, dan aktivis politik, George S.Count menantang guru dan
pendidik guru untuk menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengkritisi dan
mengubah tatanan sosial. Karya paling dikenal karena pamflet kontroversial
Count berjudul Dare the School Build a
New Social Order? , Publikasi ini awal (1932) karya menarik perhatian
khusus untuk peran Counts sebagai aktivis sosial dan politik. Tiga tema
tertentu membuat buku itu penting karena pentingnya mereka dalam rencana Counts
untuk perubahan serta untuk melanjutkan kepentingan kontemporer mereka: (1)
mengkritik hitungan progresif yang berpusat pada anak (2) menugaskan guru dalam mencapai reformasi
pendidikan dan sosial dan (3) ide untuk reformasi ekonomi Amerika. Filsafat
pendidikan Count itu juga hasil dari filsafat John Dewey. Kedua orang tersebut
percaya pada potensi yang besar dari pendidikan untuk meningkatkan masyarakat
dan sekolah harus mencerminkan kehidupan daripada diisolasi dari luar. Tapi
tidak seperti dalam karya berjudul Dewey’s
Public and Its Problems , banyak tulisan Counts yang menunjukkan rencana
aksi dalam penggunaan sekolah untuk tatanan sosial yang baru.
Analisis
Counts menitikberatkan pada teori keterlambatan budaya. Keterlambatan budaya
terjadi ketika keahlian praktis manusia mendahului kesadaran moral dan
organisasi sosialnya. Krisis dalam pengaturan kelembagaan dari seluruh
ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri antara ide-ide warisan dan adat istiadat
di satu sisi dan bahan-inovasi teknologi di sisi lain. Counts menyatakan, masalah
penting pendidikan adalah kebutuhan untuk merumuskan suatu filsafat pendidikan
yang dapat mempersiapkan pendidik untuk menghadapi krisis keterlambatan sosial
dan budaya dengan ide-ide rekonstruksi, keyakinan, dan nilai-nilai dalam
kaitannya dengan perubahan kondisi.
Dalam
pidato provokatifnya, Count berpendapat bahwa sekolah harus membangun sebuah
tatanan sosial baru dan juga mengatakan bahwa sekolah atau lebih sempitnya para
pendidik agar mengorganisasi diri dari tingkat TK hingga perguruan tinggi.
Sehingga sekolah menuju peran sebagai agen reformasi kemasyarakatan yang
bersifat aktif. Aliran rekonstruksionisme bertujuan untuk menjadikan masyarakat
sebagai agen perubahan sosial melalui pendidikan. Hal tersebut merupakan sebuah
kebalikan dari peran tradisional sekolah karena pada zaman dahulu ada anggapan
bahwa pendidikan akan menjauhkan diri dari masyarakat. Ide gagasan mereka
secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey dan ini menjelaskan
mengapa aliran rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatisme.
Harold
Rugg
Tokoh
aliran rekonstruksionisme yang kedua adalah Harold Rugg. Harold Rugg
(1886-1960) adalah salah satu pendidik yang paling serbaguna terkait dengan
gerakan pendidikan progresif. Rugg adalah pelopor yang menggunakan kurikulum
sekolah sebagai alat untuk merekonstruksi perilaku masyarakat untuk menciptakan
keadilan sosial.
Pada tahun 1928, Rugg menulis karya besar
pertamanya, The Child-Centered School , yang menjelaskan dasar sejarah dan kontemporer
untuk pendidikan
yang "
berpusat pada anak ". Karya ini memiliki dampak besar pada pendidik
progresif dan tetap
merupakan penjelasan yang sangat baik dan juga meninggalkan kritik pada topik ini . Ini juga merupakan salah
satu risalah pertama pada dua penekanan utama dalam pemusatan pendidikan pada anak dan rekonstruksi sosial. Rugg
berpendapat bahwa kurikulum sekolah dapat menghambat pergerakan anak atau ekspresi diri anak.
Sehingga pendekatan
ilmiah Rugg untuk pengembangan kurikulum dengan memasukkan 'ilmu sosial baru', sebuah program pendidikan terpadu
berfokus pada masalah-masalah kehidupan modern .
Caroline
Pratt
Tokoh
ketiga dalam aliran rekonstruksionisme adalah Caroline Pratt. Caroline Pratt
merupakan seorang guru muda yang inovatif, yang mengungkapkan ide-ide tentang
sesuatu yang dapat memberikan anak-anak kesempatan untuk mewakili dunia mereka.
Pratt mengembangkan metode belajar anak yang berfokus pada bermain karena
menurutnya aktivitas bermain anak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Kontribusi Pratt terlihat dengan berkembangnya “Play School” atau
sekarang lebih dikenal dengan nama Playground, dan juga orang pertama yang
mendesain dan mengembangkan permainan wooden
unit blocks bagi anak-anak pada tahun 1913.
2.3.4 Prinsip – Prinsip Pemikiran
Pada
prinsipnya, aliran ini memandang alam metafisika dalam bentuk dualisme dimana
alam nyata ini mengandung dua hakikat, jasmani dan rohani. Kedua macam hakikat
itu memiliki ciri yang bebas dan bersifat mandiri, abadi, dan hubungan antara
keduanya menciptakan suatu kehidupan alam. Rene Descarter menyatakan bahwa
umumnya manusia tidak sulit menerima prinsip dualisme ini yang menunjukkan
bahwa kenyataan lahir dapat segera ditanggap oleh panca indra manusia,
sementara kenyataan batin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan hidup.
Aliran
rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, realita itu
ada dimana saja di setiap sempat. Untuk memahami suatu realita, dimulai dari
sesuatu yang konkrit menuju hal yang khusus yang menampakkan diri dalam perwujudan
sebagaimana yang kita lihat di hadapan kita dan ditangkap oleh panca indera
manusia. Misalnya, hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda-benda lain di sekeliling
kita. Realita tidak terlepas dari suatu sistem di samping substansi yang
dimiliki bagi tiap-tiap benda tersebut yang dipilih melalui akal pikiran.
Rekonstruksionisme memiliki dasar-dasar pemikiran, sebagai berikut :
·
Masyarakat dunia sedang dalam kondisi krisis
Krisis yang sedang
dialami dunia saat ini antara lain persoalan-persoalan tentang kependudukan,
kesenjangan distribusi kekayaan, rasisme, sumber daya alam yang terbatas, dan
penggunaan teknologi yang tidak bertanggungjawab. Jika praktik-praktik tersebut
tidak dikoreksi atau tidak diubah diubah secara mendasar maka peradaban akan
mengalami kehancuran. Menurut pandangan rekonstruksionis, persoalan muncul
karena hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas .
Dalam usahanya untuk
menerapkan rekonstruksionisme, di negara-negara barat bercita-cita mewujudkan
dan melaksanakan perpaduan antara ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan
tekonologi modern, dan seni modern dalam suatu kebudayaan yang dibina bersama
oleh seluruh kedaulatan dunia dalam mengontrol umat manusia. Tujuannya yakni
mencita-citakan terwujudnya suatu dunia harus dengan suatu kebudayaan baru dari
satu kedaulatan dunia dalam mengontrol umat manusia
·
Perlunya penciptaan tatanan sosial yang menyeluruh
sebagai solusi permasalahan di dunia
Aliran rekonstruksionisme percaya bahwa
tujuan utama dan tertinggi adalah kerjasama semua bangsa. Penganut aliran ini
percaya telah tumbuh keinginan yang sama dari bangsa-bangsa yang tersimpul
dalam ide rekonstruksionisme. Kerjasama menyeluruh semua bangsa adalah
satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni
dunia ini dengan keterbatasan sumber daya alamnya. Hari depan bangsa-bangsa
adalah sebuah dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis
dan bukan dunia yang dikuasai suatu golongan. Cita-cita demokrasi ini bukan
hanya sekedar teori tetapi harus menjadi kenyataan karena hanya dengan cara
demikian dapat diwujudkan sebuah dunia dengan potensi-potensi teknologi yang
mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hukum
bagi masyarakat, tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan
kepercayaan.
·
Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam
rekonstruksi tatanan sosial
Brameld dan
kolega-koleganya memberikan kepercayaan yang sangat besar terhadap kekuatan
guru dan pendidik lainnya untuk bertindak sebagai instrumen utama perubahan
sosial. Berdasarkan perspektif mereka, pendidikan dapat menjadi instrumen untuk
mengaburkan tuntutan mendesak transformasi sosial atau membentuk keyakinan
masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke masa depan. Pendidikan harus
memunculkan kesadaran peserta didik akan persoalan di dunia dan mendorong
secara aktif untuk memberikan solusi. Kajian dan diskusi kritis akan membantu
peserta didik melihat tidak berfungsinya bebrapa aspek sekarang ini dan
membantu mereka mengembangkan alternatif bagi kebijakan konvensional
2.3.5 Tujuan Penerapan Aliran Rekonstruksionis
Rekonstruksionisme
berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat
mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan yang baru di seluruh
lingkungannya. Rekonstruksionisme ini juga ingin merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan kebudayaan baru melalui lembaga dan proses pendidikan
Pada
dasarnya, aliran rekonstruksionisme menekankan pada kebutuhan untuk perubahan,
yaitu perubahan sosial dan tindakan sosial. Pemikiran untuk mengembangkan
perubahan didasarkan atas pemikiran bahwa individu dan masyarakat akan dapat
membuat suatu perubahan yang lebih baik. Mungkin seseorang memandang dan
membandingkan ide ini dengan sejenis perkembangan evolusioner yang dikenal
dengan aliran Hegel yang dihubungkan dengan pemikiran Dewey yaitu kita dapat
membantu dalam proses perpindahan suatu hal dari kondisi, yang kurang
diinginkan ke kondisi yang diinginkan. Namun, dalam aliran rekonstruksionisme,
akan melibatkan lebih banyak masyarakat sebagai agen perubahan untuk mengubah
diri mereka sendiri atau dunia di sekitar mereka. Aliran rekonstruksionisme
menolak filsafat yang abstrak dimana penekanannya lebih kepada “tahu”
dibandingkan “melakukan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar