Selasa, 17 Mei 2016

Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme
1. Pengertian dan Ide Gagasan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Filsafat pendidikan modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme. Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Pada rekonstruksionisme, peradaban manusia di masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruksionisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berpikir kritis, dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berpikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar daripada proses.
Rekonstruksionisme memang merupakan kelanjutan dari aliran progresivisme, dan memiliki berbagai persamaan. Kedua aliran tersebut melekatkan kepentingan pokoknya pada pengalaman yang dimiliki. Misalnya, karya Pratt (1948) mengilustrasikan kesatuan rekonstruksionisme dan progresivisme. Pada bukunya, “I Learn From Children”, beliau menyatakan bahwa Sekolah Kota dan Kampung yang didirikan di kota New York pada tahun 1914 berusaha mencocokkan sekolah dengan anak, bukan sebaliknya menyesuaikan anak dengan sekolah. Sehingga kelas pun bercirikan dengan interaksi antara guru dengan para siswanya. Perbedaan rekonstruksionisme dan progresivisme adalah jika progresivisme adalah pemecah persoalan (problem-solver) yang baik dan bergerak sebagai promosi perubahan yang berguna bagi pribadi dan masyarakat. Intinya, dalam progresivisme, belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. Sedangkan, rekonstruksionisme juga sebagai pemecah perssoalan tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian masalah sosial yang signifikan. Sehingga prinsip rekonstruksionisme adalah menciptakan sistem pendidikan yang dapat merespon permasalahan yang muncul di masa yang akan datang.
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa kehidupan manusia modern adalah zaman ketika manusia hidup dalam kebudayaan yang terganggu, sakit, penuh kebingungan, seta kesimpangsiuran proses. Sehingga, menurut pandangan rekonstruksionisme, perlunya merombak tata susunan lama dan membangan tata susunan hidup kebudayaan yang baru dan untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia dan bangsa. Aliran ini mempersepsikan bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi yang mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan). Singkatnya dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman dan subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional.
Para rekonstruksionis berpendapat bahwa pendekatan mereka merupakan permulaan yang radikal bagi aliran filsafat pragmatisme. Filsafat rekonstruksionisme telah memberikan pandangan tentang sebuah dunia yang sempurna dan memberikan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini mungkin kelemahan dari filsafat yang lain karena tidak mempunyai tujuan pada masa yang akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Perhatian terhadap nilai sosial, keadilan pada manusia, komunitas manusia, keamanan dunia, keadilan ekonomi, persamaan kesempatan, kebebasan dan demokrasi merupakan tujuan dari filsafat rekonstruksionisme.

2. Latar Belakang Sejarah Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal sejarahnya di tahun 1920 dengan lahirnya karya John Dewey yang berjudul Reconstruktion in Philosophy yang kemudian digerakkan secara nyata oleh George Count dan selalu ingin menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat. Rekonstruksionisme ini pun telah  pula diformulasikan oleh George S. Count dalam sebuah karya klasiknya “Dare The School Build a New Social Order” yang diterbitkan pada tahun 1932.
Aliran ini pada prinsipnya sependapat dengan aliran Perenialisme dalam mengungkap krisis kebudayaan modern. Singkatnya, perenialisme adalah aliran yang menawarkan solusi jalan mundur ke belakang dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman kuno dan pertengahan, untuk mengatasi situasi dunia saat ini. Menurut aliran rekonstruksionisme maupun perenialisme, keadaan sekarang merupakan zaman yang kebudayaannya terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Rekonstruksionisme berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan pertama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Plato adalah salah satu tokoh dari aliran rekonstruksionisme. Dia membuat sebuah garis besar tentang perencanaan bagi kondisi dimana pendidikan akan menjadi sebuah bahan untuk membentuk masyarakat baru dan lebih baik. Plato yakin bahwa kondisi tersebut sangat diinginkan oleh masyarakat. Walaupun usaha Plato untuk mewujudkan masyarakat seperti itu gagal, tetapi dia telah maju selangkah pada masanya.
Jika merenungkan pemikiran Plato sampai dengan Skinner, dapat diketahui bahwa mereka merekomendasikan pendidikan sebagai alat utama bagi perubahan sosial. Di Amerika Serikat, sejumlah orang memandang pendidikan sebagai alat bagi reformasi sosial. Salah satu tokohnya, yaitu John Dewey, yang memandang pendidikan sebagai alat bagi perubahan baik kemanusiaan dan sosial. Aliran filsafat pragmatisme yang menjadi dasar pemikiran Dewey dihubungkan dengan penolakan hal-hal yang absolut dan menerima hal-hal yang bersifat relatif saja.
Tokoh lainnya yaitu Theodore Brameld, yakni seorang filsuf dan juga pendidik yang menerapkan ide penelitian rekonstruksionismenya kedalam pengajaran di Floodwood high School di Minnesota. Dalam proyek tersebut, dia bekerja dengan administrator untuk mengembangkan program pendidikan bagi junior dan senior yang melibatkan penggunaan berpikir kritis dalam proses belajar. Dia mencoba meyakinkan pada siswa dan guru bahwa isu-isu kontroversial harus memainkan peranan besar dalam pendidikan. Brameld merupakan penulis  selusin buku yang berkaitan dengan filosofi rekonstruksionisme.

2.3.3  Tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Theodore B. H. Brameld
Theodore Burghard Hurt Brameld (1904-1987) adalah seorang filsuf pendidikan terkemuka abad ke-20 . Sebagai seorang pendidik Amerika dan filsuf pendidikan , Brameld terkenal sebagai pendiri Rekonstruksionisme Sosial . Dalam reaksi terhadap realitas Perang Dunia II , Brameld mengakui bahwa potensi pemusnahan manusia adalah melalui teknologi dan kekejaman manusia. Namun, kapasitas untuk menciptakan masyarakat dermawan adalah  menggunakan teknologi dan kasih sayang manusia.
Pada tahun 1930, Brameld tertarik pada kelompok aktivis sosial  di Teachers College, Columbia University, termasuk didalamnya George Counts, Harold Rugg, Merle Curti, dan William Heard Kilpatrick. Namun, diantara yang lainnya George Counts yang paling mempengaruhi pemikiran Brameld.. Menulis di The Social Frontier, sebuah jurnal kritik pendidikan dan politik, Brameld berpendapat bahwa filsafat radikal berfokus pada analisis kelemahan dalam struktur sosial, ekonomi, dan politik. Berdasarkan analisis ini lahir cetak biru yang konstruktif untuk tatanan sosial baru yang menantang ketidakadilan sosial seperti prasangka, diskriminasi, dan eksploitasi ekonomi. Isu-isu ini dibahas dalam Minority Problems in Public School yang diterbitkan pada tahun 1945.
Brameld menganggap bahwa demokrasi adalah inti dari filsafat pendidikannya. Pada tahun 1950, ia menegaskan dalam Ends and Means in Education: A Midcentury Appraisal bahwa pendidikan diperlukan perspektif rekonstruksi dan menyarankan Rekonstruksionisme sebagai label yang tepat untuk membedakan filosofi ini. Banyak ide-ide Brameld tumbuh dari pengalamannya dalam  menerapkan keyakinan filosofis untuk pengaturan sekolah di Floodwood, Minnesota, disana ia bekerja dengan siswa dan guru untuk mengembangkan tujuan demokrasi. Brameld bersikeras bahwa isu-isu kontroversial dan masalah seharusnya memainkan peran sentral dalam pendidikan, dan menganggap tidak ada masalah di luar batas untuk diskusi dan analisis kritis.
George Counts
George Sylvester Count adalah putra dari James Wilson Count dan Mertie Florella (Gamble) Count. Ia lahir di sebuah pertanian dekat Baldwin City, Kansas pada tanggal 9 Desember 1889 dan wafat 1974. George S. Count merupakan seorang tokoh utama dalam pendidikan dan berpengaruh terhadap teori pendidikan di Amerika selama hampir lima puluh tahun. Sebagai seorang pendukung awal pendidikan progresif gerakan John Dewey yang pragmatis, George S. Count menjadi kritikus terkemuka dalam pemikiran Rekonstruktivisme dan Pendidikan.
Pendidik progresif, sosiolog, dan aktivis politik, George S.Count menantang guru dan pendidik guru untuk menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengkritisi dan mengubah tatanan sosial. Karya paling dikenal karena pamflet kontroversial Count berjudul Dare the School Build a New Social Order? , Publikasi ini awal (1932) karya menarik perhatian khusus untuk peran Counts sebagai aktivis sosial dan politik. Tiga tema tertentu membuat buku itu penting karena pentingnya mereka dalam rencana Counts untuk perubahan serta untuk melanjutkan kepentingan kontemporer mereka: (1) mengkritik hitungan progresif yang berpusat pada anak (2)  menugaskan guru dalam mencapai reformasi pendidikan dan sosial dan (3) ide untuk reformasi ekonomi Amerika. Filsafat pendidikan Count itu juga hasil dari filsafat John Dewey. Kedua orang tersebut percaya pada potensi yang besar dari pendidikan untuk meningkatkan masyarakat dan sekolah harus mencerminkan kehidupan daripada diisolasi dari luar. Tapi tidak seperti dalam karya berjudul Dewey’s Public and Its Problems , banyak tulisan Counts yang menunjukkan rencana aksi dalam penggunaan sekolah untuk tatanan sosial yang baru.
Analisis Counts menitikberatkan pada teori keterlambatan budaya. Keterlambatan budaya terjadi ketika keahlian praktis manusia mendahului kesadaran moral dan organisasi sosialnya. Krisis dalam pengaturan kelembagaan dari seluruh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri antara ide-ide warisan dan adat istiadat di satu sisi dan bahan-inovasi teknologi di sisi lain. Counts menyatakan, masalah penting pendidikan adalah kebutuhan untuk merumuskan suatu filsafat pendidikan yang dapat mempersiapkan pendidik untuk menghadapi krisis keterlambatan sosial dan budaya dengan ide-ide rekonstruksi, keyakinan, dan nilai-nilai dalam kaitannya dengan perubahan kondisi.
Dalam pidato provokatifnya, Count berpendapat bahwa sekolah harus membangun sebuah tatanan sosial baru dan juga mengatakan bahwa sekolah atau lebih sempitnya para pendidik agar mengorganisasi diri dari tingkat TK hingga perguruan tinggi. Sehingga sekolah menuju peran sebagai agen reformasi kemasyarakatan yang bersifat aktif. Aliran rekonstruksionisme bertujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai agen perubahan sosial melalui pendidikan. Hal tersebut merupakan sebuah kebalikan dari peran tradisional sekolah karena pada zaman dahulu ada anggapan bahwa pendidikan akan menjauhkan diri dari masyarakat. Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey dan ini menjelaskan mengapa aliran rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatisme.

Harold Rugg
Tokoh aliran rekonstruksionisme yang kedua adalah Harold Rugg. Harold Rugg (1886-1960) adalah salah satu pendidik yang paling serbaguna terkait dengan gerakan pendidikan progresif. Rugg adalah pelopor yang menggunakan kurikulum sekolah sebagai alat untuk merekonstruksi perilaku masyarakat untuk menciptakan keadilan sosial.
Pada tahun 1928, Rugg menulis karya besar pertamanya, The Child-Centered School , yang menjelaskan dasar sejarah dan kontemporer untuk pendidikan yang " berpusat pada anak ". Karya ini memiliki dampak besar pada pendidik progresif dan tetap merupakan penjelasan yang sangat baik dan juga meninggalkan kritik pada topik ini . Ini juga merupakan salah satu risalah pertama pada dua penekanan utama dalam pemusatan pendidikan pada anak dan rekonstruksi sosial. Rugg berpendapat bahwa kurikulum sekolah dapat menghambat pergerakan anak atau ekspresi diri anak. Sehingga pendekatan ilmiah Rugg untuk pengembangan kurikulum dengan memasukkan  'ilmu sosial baru', sebuah program pendidikan terpadu berfokus pada masalah-masalah kehidupan modern .
Caroline Pratt
Tokoh ketiga dalam aliran rekonstruksionisme adalah Caroline Pratt. Caroline Pratt merupakan seorang guru muda yang inovatif, yang mengungkapkan ide-ide tentang sesuatu yang dapat memberikan anak-anak kesempatan untuk mewakili dunia mereka. Pratt mengembangkan metode belajar anak yang berfokus pada bermain karena menurutnya aktivitas bermain anak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kontribusi Pratt terlihat dengan berkembangnya “Play School” atau sekarang lebih dikenal dengan nama Playground, dan juga orang pertama yang mendesain dan mengembangkan permainan wooden unit blocks bagi anak-anak pada tahun 1913.

2.3.4 Prinsip – Prinsip Pemikiran
Pada prinsipnya, aliran ini memandang alam metafisika dalam bentuk dualisme dimana alam nyata ini mengandung dua hakikat, jasmani dan rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan bersifat mandiri, abadi, dan hubungan antara keduanya menciptakan suatu kehidupan alam. Rene Descarter menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima prinsip dualisme ini yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditanggap oleh panca indra manusia, sementara kenyataan batin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan hidup.
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, realita itu ada dimana saja di setiap sempat. Untuk memahami suatu realita, dimulai dari sesuatu yang konkrit menuju hal yang khusus yang menampakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat di hadapan kita dan ditangkap oleh panca indera manusia. Misalnya, hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda-benda lain di sekeliling kita. Realita tidak terlepas dari suatu sistem di samping substansi yang dimiliki bagi tiap-tiap benda tersebut yang dipilih melalui akal pikiran. Rekonstruksionisme memiliki dasar-dasar pemikiran, sebagai berikut :
·         Masyarakat dunia sedang dalam kondisi krisis
Krisis yang sedang dialami dunia saat ini antara lain persoalan-persoalan tentang kependudukan, kesenjangan distribusi kekayaan, rasisme, sumber daya alam yang terbatas, dan penggunaan teknologi yang tidak bertanggungjawab. Jika praktik-praktik tersebut tidak dikoreksi atau tidak diubah diubah secara mendasar maka peradaban akan mengalami kehancuran. Menurut pandangan rekonstruksionis, persoalan muncul karena hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas .
Dalam usahanya untuk menerapkan rekonstruksionisme, di negara-negara barat bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan perpaduan antara ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan tekonologi modern, dan seni modern dalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan dunia dalam mengontrol umat manusia. Tujuannya yakni mencita-citakan terwujudnya suatu dunia harus dengan suatu kebudayaan baru dari satu kedaulatan dunia dalam mengontrol umat manusia
·         Perlunya penciptaan tatanan sosial yang menyeluruh sebagai solusi permasalahan di dunia
Aliran rekonstruksionisme percaya bahwa tujuan utama dan tertinggi adalah kerjasama semua bangsa. Penganut aliran ini percaya telah tumbuh keinginan yang sama dari bangsa-bangsa yang tersimpul dalam ide rekonstruksionisme. Kerjasama menyeluruh semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang menghuni dunia ini dengan keterbatasan sumber daya alamnya. Hari depan bangsa-bangsa adalah sebuah dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai suatu golongan. Cita-cita demokrasi ini bukan hanya sekedar teori tetapi harus menjadi kenyataan karena hanya dengan cara demikian dapat diwujudkan sebuah dunia dengan potensi-potensi teknologi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hukum bagi masyarakat, tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan.
·         Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan sosial
Brameld dan kolega-koleganya memberikan kepercayaan yang sangat besar terhadap kekuatan guru dan pendidik lainnya untuk bertindak sebagai instrumen utama perubahan sosial. Berdasarkan perspektif mereka, pendidikan dapat menjadi instrumen untuk mengaburkan tuntutan mendesak transformasi sosial atau membentuk keyakinan masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke masa depan. Pendidikan harus memunculkan kesadaran peserta didik akan persoalan di dunia dan mendorong secara aktif untuk memberikan solusi. Kajian dan diskusi kritis akan membantu peserta didik melihat tidak berfungsinya bebrapa aspek sekarang ini dan membantu mereka mengembangkan alternatif bagi kebijakan konvensional
2.3.5 Tujuan Penerapan Aliran Rekonstruksionis
Rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan yang baru di seluruh lingkungannya. Rekonstruksionisme ini juga ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan kebudayaan baru melalui lembaga dan proses pendidikan

Pada dasarnya, aliran rekonstruksionisme menekankan pada kebutuhan untuk perubahan, yaitu perubahan sosial dan tindakan sosial. Pemikiran untuk mengembangkan perubahan didasarkan atas pemikiran bahwa individu dan masyarakat akan dapat membuat suatu perubahan yang lebih baik. Mungkin seseorang memandang dan membandingkan ide ini dengan sejenis perkembangan evolusioner yang dikenal dengan aliran Hegel yang dihubungkan dengan pemikiran Dewey yaitu kita dapat membantu dalam proses perpindahan suatu hal dari kondisi, yang kurang diinginkan ke kondisi yang diinginkan. Namun, dalam aliran rekonstruksionisme, akan melibatkan lebih banyak masyarakat sebagai agen perubahan untuk mengubah diri mereka sendiri atau dunia di sekitar mereka. Aliran rekonstruksionisme menolak filsafat yang abstrak dimana penekanannya lebih kepada “tahu” dibandingkan “melakukan”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar