ISLAM
DAN PENGUKURAN RASA SYUKUR
Jamaludin[1]
Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Abstrak
Syukur merupakan ucapan terima kasih kepada Tuhan. Namun dalam
penelitian ini tidak hanya ucapan (lisan), tetapi dilakukan dengan hati dan
amal perbuatan. Penelitian ini mengukur 15 item rasa syukur pada 3 dimensi
yaitu hati, lisan, dan amal perbuatan yang dibuat sendiri oleh peneliti. Subjek
penelitian di dapat 233 partisipan berusia 14-17 tahun kelas IX yang bersekolah
di SMP Negeri 108 Jakarta. Seluruh item di analisis dengan menggunakan
Confirmatory Factor analysis (CFA). Hasilnya dari ketiga dimensi tersebut tidak
mengukur rasa syukur dengan amal perbuatan maka peneliti merubah model dengan
menganalisis ke 15 item dan hasilnya fit mengukur rasa syukur secara
unidimensional.
1. Pengertian Syukur
Kata syukur yang dikutip oleh Ida Fitri Shobihah
dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, berasal dari bahasa arab dengan kata
dasar “syakara” yang artinya berterima kasih, bentuk masdar dari kalimat ini
adalah syukr, syukraan yang artinya rasa terima kasih. Menurut sebagian ulama, Syukur berasal dari
kata “syakara”, yang artinya membuka atau menampakkan. Jadi, hakikat syukur
adalah menampakkan nikmat Allah swt yang dikaruniakan padanya, baik dengan cara
menyebut nikmat tersebut atau dengan cara mempergunakannya di jalan yang
dikehendaki oleh Alah swt.
Syukur berarti
berterima kasih kepada kepada Allah Swt. Sedangkan dalam Kamus Bahasa
Indonesia berarti ucapan dari perasaan senang, bahagia, melegakan ketika
mengalami suatu kejadian yang baik.
Secara istilah, Syukur merupakan suatu tindakan,
ucapan, perasaan senang, bahagia, lega atas nikmat yang telah dirasakan,
didapatkan, dari Allah Swt.
Menurut
Ridwan Asy-Syirbaani, syukur adalah ungkapan rasa terima kasih atas nikmat
(karunia) yang telah diberikan Allah SWT dalam bentuk keyakinan, ucapan, dan
tindakan. Untuk itu seorang yang baik hendaknya bisa mentasyaruf (memanfaatkan
nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT sesuai dengan aturan atau
ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT dan tidak untuk memuasakan hawa
nafsunya.
Secara bahasa syukur
adalah pujian kepada yang telah berbuat baik atas apa yang dilakukan kepadanya. Syukur adalah
kebalikan dari kufur. Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat, sedangkan
hakikat kekufuraan adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain
berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh
pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah Banyak
nikmat yang telah kita terima dari Allah Swt. yang apabila kita mencoba
menghitungnya pasti tidak bisa mengetahui jumlahnya. Hal tersebut telah
ditegaskan dalam firman-Nya (Shihab, 1996).
Menurut Mustafa Zahri
(1998) syukur adalah keadaan seseorang dalam mempergunakan nikmat yang
diberikan oleh Allah Swt kepada kebajikan. Satyawan (2009) bersyukur merupakan
menerima dengan sadar anugrah Allah dan menggunakan sesuai dengan yang
dikehendakiNya. Khomeini (2004) mengatakan syukur adalah penghargaan
nikmat-nikmat Allah, dan makna ini tampak dalam wilayah hati dalam suatu bentuk,
dan pada lisan. Emmons (2007) bersyukur merupakan hasil positif yang muncul
dari orang lain, baik diluar kemapuan melalui perbuatan atau peristiwa.
Imam ibnu Qoyyim
(2004) berpendapat bahwa syukur diaplikasikan dengan hati dengan cara mencintai
Allah dan kembali kepadaNya, dan dilakukan dengan anggota badan dengan cara
menaati dan mematuhi-Nya serta dilaksanakan dengan lisan dengan cara memuji dan
menyanjung-Nya. Menurut Imam al-Ghazali, dalam bukunya Ihya' Ulumuddin
mendefinisikan syukur dgn memanfaatkan potensi anugerah yg Allah berikan bagi
terlaksananya amal kebaikan dan tercegahnya kemungkaran. Sedangkan menurut Imam ar-Raghib
menjelaskan syukur nikmat adlah senantiasa mengingat dan mengungkapkan nikmat,
yaitu mengaplikasikan dgn bentuk yg di ridai Allah SWT. Sebaliknya, kufur
nikmat adalah melupakan dan menutupi nikmat
Menurut istilah syara’, syukur adalah
pengakuan terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah swt dengan disertai
ketundukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak
Allah swt.
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya
kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nal [16] : 18)
Allah telah memerintahkan syukur atas nikmat-nikmat
yang telah diberikan.
Menurut Emmons &
McCullough, 2004), bersyukur terdiri dari tiga hal yaitu emosi, keutamaan, dan
trait. Berikut penjelasannya:
a. Gratitude sebagai emosi
Merupakan
keadaan terkait atribusi yang dihasilkan dari dua tahap proses kognitif.
Pertama, individu menyadari bahwa ia mendapat keuntungan/manfaat positif.
kemudian, individu menyadari bahwa terdapat sumber eksternal dari keuntungan
positif yang ia dapatkan.
b. Gratitude sebagai virtue (keutamaan)
Adam
Smith, berpendapat gratitude merupakan keutamaan yang terpenting, penting untuk
fungsi masyarakat yang sehat (Smith, 1976; dalam Solomon).
c. Gratitude sebagai affective trait
McCullough,
Emmons, dan Tsang (2002) menggunakan grateful disposition sebagai istilah untuk
affective trait. Merekan berpendapat kecenderungan menetap untuk mengenali dan
merespon secara positif emosi gratitude, atas kebaikan dan manfaat yang
didapatkan dari orang lain
2. Bentuk-Bentuk Syukur
Mengacu kepada pengertian iman, yaitu membenarkan
dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan membuktikan dengan amal perbuatan,
maka bentuk syukur juga ada tiga, yaitu:
1. Bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyadari
dengan sepenuh bahwa segala nikmat yang diperoleh berasal dari Allah Swt. dan
tiada seseorang pun selain Allah Swt. yang dapat memberikan nikmat itu.
Bersyukur dengan hati juga berupa rasa gembira dan rasa terhadap nikmat yang
telah diterimanya.
2.
Bersyukur dengan lisan, yaitu mengucapkan secara jelas ungkapan
rasa syukur itu dengan kalimat hamdalah. Bahkan ada beberapa doa yang
diajarkan oleh rasul sebagai ungkapan syukur atas nikmat tertentu, misalnya doa
setelah makan, doa bangun tidur, doa selesai buang hajat dan lain sebagainya.
3. Bersyukur dengan amal perbuatan, yaitu menggunakan
nikmat yang telah Allah berikan.
Misalnya menggunakan anggota tubuh untuk melakukan hal-hal yang baik. Misalnya:
Menggunakan anggota tubuh untuk
melakukan hal-hal yang positif dan
diridhai Allah Swt.
Jika
seseorang memperoleh nikmat harta benda, maka ia mempergunakan harta itu sesuai
dengan jalan Allah Swt.
Jika nikmat yang diperolehnya berupa ilmu
pengetahuan, ia akan memanfaatkan ilmu itu untuk keselamatan, kebahagian, dan
kesejahteraan manusia dan diajarkan kepada orang lain; bukan sebaliknya, ilmu
yang diperoleh digunakan untuk membinasakan dan menghancurkan kehidupan
manusia.
Menurut Peterson dan Seligman (2004) syukur
(gratitude) dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Bersyukur secara personal
Ditunjukkan
kepada orang yang telah memberikan keuntungan kepada penerima atau diri
sendiri.
b. Bersyukur secara Transpersonal
Ditunjukkan
kepada Tuhan, kekuatan yang lebih besar, atau alam semesta. Bentuk dasarnya
dapat berupa pengalaman puncak (peak experience) kekhusyuan.
3.
Hakikat Syukur
Imam Ghazali menjelaskan bahwa syukur tersusun
atas tiga perkara, yakni:
a.
Ilmu, yaitu pengetahuan tentang nikmat dan pemberinya, serta
meyakini bahwa semua nikmat berasal dari Allah swt dan yang lain hanya sebagai perantara untuk sampainya nikmat, sehingga
akan selalu memuji Allah swt dan tidak akan muncul keinginan memuji yang lain.
Sedangkan gerak lidah dalam memuji-Nya hanya sebagai tanda keyakinan.
b.
Hal
(kondisi spiritual), yaitu karena pengetahuan dan keyakinan tadi melahirkan
jiwa yang tentram. Membuatnya senantiasa senang dan mencintai yang memberi
nikmat, dalam bentuk ketundukan, kepatuhan. Men-syukur-i nikmat bukan
hanya dengan menyenangi nikmat tersebut melainkan juga dengan mencintai yang
memberi nikmat yaitu Allah swt.
c. Amal perbuatan, ini berkaitan dengan hati, lisan, dan
anggota badan, yaitu hati yang berkeinginan untuk melakukan kebaikan, lisan
yang menampakkan rasa syukur dengan pujian kepada Allah swt dan anggota
badan yang menggunakan nikmat-nikmat Allah swt dengan melaksanakan perintah
Allah swt dan menjauhi larangan-Nya.
Sementara itu Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa
mensyukuri anggota tubuh yang diberikan Allah Swt. meliputi 7 anggota badan
yang penting
1. Mata, mensyukuri nikmat ini dengan tidak
mempergunakannya untuk melihat hal-hal yang maksiat;
2. Telinga, digunakan hanya untuk mendengarkan hal-hal
yang baik dan tidak mempergunakannya untuk hal-hal yang tidak boleh didengar;
3.
Lidah, dengan banyak mengucapkan zikir, mengucapkan puji-pujian kepada
Allah Swt. Dan mengungkapkan nikmat-nikmat yang diberikan.
4. Tangan, digunakan untuk melakukan kebaikan-kebaikan terutama untuk diri sendiri, maupun
untuk orang lain, dan tidak mempergunakannya untuk melakukan hal-hal yang
haram;
5. Perut, dipakai hanya untuk memakan makanan yang
halal/baik dan tidak berlebih-lebihan (mubazir). Makanan itu dimakan sekadar
untuk menguatkan tubuh terutama untuk beribadah kepada Allah Swt.;
6. Kemaluan, dijaga kehormatan dari hal-hal yang
dilarang oleh Allah seperti zina dan
pergaulan bebas.
7.
Kaki, digunakan untuk berjalan ke tempat-tempat yang baik,
seperti ke masjid, naik haji ke Baitullah (Ka’bah), mencari rezeki yang halal,
dan menolong sesama umat manusia.
4. Ayat
mengenai syukur
Al-A’raaf: 179
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا
مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ
أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ
أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Al-Mu’minun:
78
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu
sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.”
As-Sajadah: 9
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ
رُوحِهِ ۖوَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚقَلِيلًا مَا
تَشْكُرُونَ
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
Hikmah dan Manfaat Syukur
a. Membuat seseorang bahagia karena apa yang ia dapatkan
akan membawa
manfaat bagi ia dan orang-orang sekitarnya.
b.
Allah akan menambah nikmat yang ia peroleh sesuai dengan
janji Allah Swt. dan akan terhindar dari
siksa yang amat pedih.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan;«Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih”. (QS.
Ibrahim [14] : 7)
c. Orang yang pandai bersyukur akan disukai oleh banyak
orang, karena ia adalah orang yang pandai berterima kasih terhadap sesama.
5.
Metodologi penelitian
Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Negeri 108 Jakarta. Siswa-siswi yang
dimaksud adalah siswa-siswi kelas VII (9 kelas), kelas VIII (8 kelas), dan
kelas IX (8 kelas). Peneliti hanya mengambil sampel kelas 3 yang berjumlah 287
namun peneliti hanya mendapatkan sampel 234 orang dari seluruh kelas IX. Namun,
1 orang dalam sampel gagal karena tidak mengisi lembar pernyataan secara
lengkap. Jadi, sampel dalam penelitian ini berjumlah 233 orang dengan usia 14-17 tahun ( rata-rata=14,53).
Skala rasa syukur ini dibuat sendiri oleh penulis
berdasarkan kajian literatur keislaman.
Skor
kala Likert
Respon Pilihan Jawaban
|
Skor Favorable
|
Skor Unfavorable
|
STS = Sangat
Tidak Setuju
|
1
|
4
|
TS = Tidak Setuju
|
2
|
3
|
S = Setuju
|
3
|
2
|
SS = Sangat
Setuju
|
4
|
1
|
Blue print skala syukur
Dimensi
|
Indikator
|
fav
|
Unfav
|
Total Item
|
Contoh
pernyataan
|
Hati
|
Meyakini
nikmat
|
1,2, 3
|
|
3
|
Saya
menyadari dengan sepenuh hati bahwa segala nikmat yang diperoleh berasal dari
Tuhan
|
Menghargai
nikmat
|
4, 5
|
|
2
|
Saya
merasa gembira ketika mendengar kabar baik
|
|
Lisan
|
Menyukuri
nikmat dengan ucapan
|
6, 8, 9, 10
|
7
|
5
|
Saya
mengucapkan terima kasih kepada orang yang membantu saya
|
Amal
perbuatan
|
Amal
perbuatan
|
11, 12,13,
|
14, 15
|
5
|
Saya
menyisihkan sebagian harta untuk kebahagiaan seseorang
|
Jumlah
|
12
|
3
|
15
|
|
6. Uji
Validitas Konstruk Alat Ukur
Peneliti
melakukan uji instrumen dengan sejumlah item dari 3 dimensi dari rasa syukur,
yaitu hati, lisan, dan amal perbuatan. Uji instrument ini diberikan kepada
seluruh sampel. Dalam
rangka uji validitas konstruk pada instrumen tersebut, peneliti menggunakan metode CFA (confimatory factor analysis). Adapun
pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan software LISREL 8.70 (Joreskog dan
Sorbom, 1999).
Adapun logika dari CFA menurut Umar (2012):
1.
Ada
sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat
disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Trait ini disebut faktor,
sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap
respon atas item-itemnya.
2.
Diteorikan
setiap item hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subskala
bersifat unidimensional.
3.
Dengan
data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar
item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini
disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang
disebut matrik S. jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya
tidak ada perbedaan antara matriks S – matriks ∑ atau bisa juga dinyatakan
dengan S- ∑ = 0.
4.
Pernyataan
tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil tidak signifikan
P-value > 0.05, maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”.
Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item hanya
mengukur satu faktor saja.
5.
Jika
model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak
mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test
tidak signifikan (sig.<1,96) maka
item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila
perlu item yang demikian di-drop.
6.
Selanjutnya
apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif,
maka item tersebut harus di-drop. Berarti item tersebut mengukur hal
yang berlawanan dengan apa yang hendak diukur. Namun demikian perlu diperiksa
kembali apakah item tersebut berupa item negatif (unfavorable). Untuk item yang unfavorable
sebelum analisis CFA dilakukan.
7.
Hasil
Berikut adalah hasil CFA untuk setiap dimensi :
a. bersyukur dengan hati
Peneliti menguji
apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur bersyukur dengan hati. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 16.39, df = 5,
P-value = 0.0000, dan nilai RMSEA = 0.099. oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-square=
2.77, df = 4, P-value = 0.059728, RMSEA = 0.000. (lihat
gambar 1).
Gambar 1. CFA syukur dengan hati
Tabel 3. Muatan faktor bersyukur dengan hati
Dimensi
|
No.
Item
|
Lambda
|
Std.
Error
|
t-value
|
Keterangan
|
Hati
|
1
|
0.95
|
0.05
|
18.25
|
Valid
|
2
|
0.64
|
0.06
|
10.52
|
Valid
|
|
3
|
0.89
|
0.06
|
16.73
|
Valid
|
|
4
|
0.53
|
0.06
|
8.34
|
Valid
|
|
5
|
0.53
|
0.06
|
8.35
|
Valid
|
Setelah di dapat nilai
P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat
diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu bersyukur dalam
hati. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor.
b. Bersyukur dengan lisan
Peneliti menguji
apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur bersyukur dengan hati. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 22.26, df = 5,
P-value = 0.00047, dan nilai RMSEA = 0.122. oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-square=
7.74, df = 4, P-value = 0.10138, RMSEA = 0.064.
Gambar 2. CFA
bersyukur dengan lisan
Tabel 4.
Muatan faktor bersyukur dengan lisan
Dimensi
|
No.
Item
|
Lambda
|
Std.
Error
|
t-value
|
Keterangan
|
Lisan
|
6
|
0.98
|
0.09
|
10.78
|
Valid
|
7
|
0.46
|
0.07
|
6.67
|
Valid
|
|
8
|
0.83
|
0.09
|
8.88
|
Valid
|
|
9
|
0.49
|
0.07
|
6.97
|
Valid
|
|
10
|
0.37
|
0.07
|
5.52
|
Valid
|
Setelah di dapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa
model dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur
satu faktor yaitu bersyukur dalam lisan. Kemudian penulis melihat apakah item
tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.
c. Bersyukur dengan amal perbuatan
Peneliti menguji
apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur bersyukur dengan amal perbuatan. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
81.68, df = 5, P-value = 0.0000, dan nilai RMSEA = 0.257. Maka itu penulis
menghentikan proses analisis pada dimensi ini dikarenakan pada model ini tidak
valid seluruhnya.
Gambar 3. CFA bersyukur
dengan amal perbuatan
Tabel 4. Muatan faktor
bersyukur dengan amal perbuatan
Dimensi
|
No.
Item
|
Lambda
|
Std.
Error
|
t-value
|
Keterangan
|
Amal
perbuatan
|
11
|
-0.54
|
0.08
|
-6.86
|
Tidak
valid
|
12
|
-0.69
|
0.08
|
-8.02
|
Tidak
valid
|
|
13
|
-0.62
|
0.08
|
-7.56
|
Tidak
valid
|
|
14
|
-0.13
|
0.08
|
-1.59
|
Tidak
valid
|
|
15
|
-0.08
|
0.08
|
-1.02
|
Tidak
valid
|
d. Model unidimensional rasa syukur
Setelah model dengan satu
faktor tidak dapat diterima yaitu pada dimensi syukur dengan amal perbuatan.
Kemudian penulis melihat apakah keseluruhan item tersebut mengukur satu faktor
atau unidimensional yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, artinya benar hanya mengukur rasa syukur.
Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
508.60, df = 90, P-value = 0.0000, dan nilai RMSEA = 0.0142. oleh sebab itu,
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model
fit dengan Chi-square= 75.19, df = 59, P-value = 0.07598, RMSEA = 0.034.
Gambar 4. CFA Rasa syukur
Setelah di dapat nilai
P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu faktor dapat
diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu rasa syukur.
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor.
Tabel 4 Muatan faktor rasa syukur
Dimensi
|
No.
Item
|
Lambda
|
Std.
Error
|
t-value
|
Keterangan
|
Rasa
syukur
|
1
|
0.96
|
0.05
|
18.27
|
Valid
|
2
|
0.64
|
0.06
|
10.24
|
Valid
|
|
3
|
0.89
|
0.06
|
15.99
|
Valid
|
|
4
|
0.58
|
0.06
|
9.78
|
Valid
|
|
5
|
0.57
|
0.06
|
9.58
|
Valid
|
|
6
|
0.71
|
0.06
|
12.21
|
Valid
|
|
7
|
0.49
|
0.07
|
6.99
|
Valid
|
|
8
|
0.69
|
0.06
|
11.81
|
Valid
|
|
9
|
0.76
|
0.07
|
11.18
|
Valid
|
|
10
|
0.44
|
0.06
|
7.38
|
Valid
|
|
11
|
0.44
|
0.06
|
6.94
|
Valid
|
|
12
|
0.21
|
0.06
|
3.21
|
Valid
|
|
13
|
0.29
|
0.06
|
4.74
|
Valid
|
|
14
|
0.44
|
0.06
|
7.49
|
Valid
|
|
15
|
0.38
|
0.07
|
5.43
|
Valid
|
.
Diskusi
Pernyataan kuesioner dalam penelitian ini dibuat secara
general tidak hanya untuk agama islam saja namun untuk seluruh agama
dikarenakan pengambilan sampelnya di SMP Negeri. Penelitian ini dilakukan
dengan partisipan yang pada tahap usianya adalah remaja madya. Pada tahap ini
menurut Piage, remaja berada pada periode operasi formal yang sudah bisa berpikir
abstrak untuk mengoprasionalkan kemampuan yang konkrit (nyata). Pemikiran
remaja tidak hanya mempertimbangkan sesuatu (seperti kesatuan yang konkrit)
tapi juga sesuatu yang lebih seperti kebebasan melakukan sesuatu, beragama,
serta meperpanjang jam malam (Bjorklund & Blasi, 2012).
Dalam penelitian ini
setiap dimensi syukur dengan hati dan lisan valid namun tidak dengan dimensi
syukur dengan amal perbuatan. Berarti ada kutub/poros berkebalikan antar
dimensi khususnya dimensi syukur dengan amal perbuatan. Maka itu penulis
menjadikan seluruh item rasa syukur tersebut menjadi satu faktor yang
unidimensional. Hasilnya ternyata valid untuk keseluruhan item, yang artinya
seseorang dikatakann tidak akan merasa bersyukur jika hanya hati dan lisan saja
yang bersyukur. Melainkan, ditambah dengan amal perbuatan.
“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-Ku.“(QS. 2:152)
Penelitian ini harus di uji lebih lanjut pada sampel
dengan data demografi, tahapan usia (anak, dewasa atau yang sudah lansia) agar
tetap valid dan konsisten. Kemudian, bisa dimungkinkan untuk lebih mengeksplor
lagi tentang hubungan sebab akibat pada rasa syukur ini. Untuk penelitian ini
juga diharapkan menggunakan tes exploratory factor analysis (EFA), diakarenakan
peneliti hanya menguji CFA saja tetapi tidak menguji EFA.
Kesimpulan
Syukur berasal dari kata “syakara”, yang artinya membuka atau
menampakkan. Jadi, hakikat syukur adalah menampakkan nikmat Allah swt
yang dikaruniakan padanya, baik dengan cara menyebut nikmat tersebut atau
dengan cara mempergunakannya di jalan yang dikehendaki oleh Alah swt.
Menurut Emmons &
McCullough, (2004), bersyukur terdiri dari tiga hal yaitu emosi, keutamaan, dan
trait. Bentuk-bentuk syukur mengacu kepada pengertian iman, yaitu membenarkan
dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan membuktikan dengan amal perbuatan. Menurut
Peterson dan Seligman (2004) syukur (gratitude) dibagi menjadi 2 yaitu bersyukur
secara personal dan bersyukur secara transpersonal. Imam Ghazali menjelaskan bahwa syukur tersusun
atas tiga perkara, yakni ilmu, hal (kondisi spiritual), amal perbuatan.
Kesimpulan akhir dari hasil ini adalah alat ukur ini
valid untuk mengukur rasa syukur 15 item dan valid juga untuk seluruh agama pada usia
ramaja madya di SMP Negeri 108 Jakarta.
Daftar pustaka
Aura Husna (Neti Suriana). (2013). Kaya dengan bersyukur:
Menemukan makna sejati bahagia dan sejahtera dengan mensyukuri nikmat Allah.
Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Bjorklund, D. F., & Blasi, C. H. (2012). Child and
adolescent development: An integrated approach. Cengage Learning: USA.
Emmons, R.A., & McCullough, M.E. (2004). The psychology of
gratitude. New York: Oxford University Press.
Emmons, R.A. (2007). THANKS! How the new science of gratitude
can make you happier. Boston,
MA: Houghton-Mifflin.
Imam Ghazali. (1983). Taubat, Sabar dan Syukur (cetakan IV).
Terj. Nur Hichkmah. R. H. A Suminto. Jakarta:
PT. Tintamas Indonesia.
Khomein, I. (2004). Insan Illahiah, Penj: M Ilyas. Jakarta:
Pustaka Zahra.
McCullough, M.E., Emmons, R.A., & Tsang, J. (2002). The
grateful disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of
Personality and Social Psychology, 82, 112–127.
Peterson,
C., & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A
classification and handbook. NewYork: Oxford University Press/Washington,
DC: American Psychological Association.
Qoyyim. I., I. (2004). Pesan-pesan spiritual ibnu qoyyim,
penerj: Nabhani Idris, 5 (ed). Jakarta: Gema Insani.
Setyawan, P. T. (2009). Menepaki jalan mendaki: sebuah renungan
tentang alam, manusia, dan kehidupan. Jakarta: Gema Insani.
Shihab, M. Q. (1996) Wawasan Al-Qur’an: Tafsir maudhu’i atas
Pelbagai persoalan Umat. Bandung:
Mizan.
Smith, A. (1976). The theory of moral sentiments (6th ed.).
Oxford, England: Clarendon Press. (Original work published 1790)
Syafi’ie el-Bantanie, M. (2009). Dahsyatnya syukur. Jakarta:
Qultum Media
Umar, J.
(2012). Confirmatory factor analysis: bahan ajar perkuliahan. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah.
Zahri, M. (1998). Kunci memahami tasawuf. Surabaya: PT.
Binar Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar